YEHEZKIEL DAN PERINTAH LOCKDOWN ALLAH

Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih dan orang duduk
“Lockdown” (dibaca lak’daun) satu kata dari bahasa Inggris yang menjadi nge-trend saat ini sehubungan dengan krisis pandemi virus Corona COVID-19 yang dihadapi oleh dunia. Kata ini ditemukan dimana-mana baik dalam siaran radio, televisi, koran, majalah, dan media sosial. Kata lockdown memiliki definisi: “suatu tindakan atau kondisi darurat di mana orang-orang dicegah untuk sementara waktu memasuki atau meninggalkan satu wilayah atau satu bangunan terbatas (seperti sekolah) selama ada ancaman bahaya.”1
Ketika banyak negara menerapkan peraturan Lockdown dan social distancing (jaga jarak) untuk menghentikan penyebaran COVID-19, praktik-praktik ini telah menimbulkan banyak masalah dalam masyarakat. Kegiatan Ekonomi lumpuh, banyak orang kehilangan pekerjaan, sekolah-sekolah libur, banyak orang kelaparan karena sulit mendapat bahan makanan karena banyak toko ditutup, dan banyak kesulitan lain yang muncul akibat masalah ini.
Sebagai umat Allah kita diminta untuk tidak khawatir dengan setiap keadaan yang kita alami termasuk krisis virus Corona ini. Daripada berfokus pada setiap kesulitan dan tenggelam dalam rasa takut mari kita melihat dari sisi positif krisis ini. Mari kita melihat bahwa krisis ini sebagai suatu kesempatan untuk menguji iman kita untuk menjadi lebih murni dihadapan Allah. Rasul Yakobus menasihatkan “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun” (Yakobus 1:2-4).
Dari sekian banyak kisah Alkitab yang dapat dihubungkan dengan lockdown, mari kita melihat pengalaman nabi Yehezkiel ketika ia menghadapi perintah Allah untuk Lockdown dan jaga jarak dalam Yehezkiel 3 dan 4. Dari kisah ini, mari Kita mencari tahu ujian-ujian yang dihadapi oleh Yehezkiel dan bagaimana dia dapat melaluinya, serta mengapa ujian-ujian ini perlu kita miliki untuk menjadi umat Allah dengan iman yang murni di akhir zaman ini. Dari sekian banyak ujian yang dialami Yehezkiel dalam kedua pasal ini mari kita mengambil 3 ujian terbesar.
Ujian pertama yang dihadapi oleh Yehezkiel adalah ujian penurutan (Yeh. 4:1-3). Allah menyuruh Yehezkiel untuk mengambil batu bata dan mengukir di atasnya kota Yerusalem yang sedang dalam keadaan terkepung (ay. 1), dengan sebuah benteng pengepungan, tembok tanah pengepungan, dan perkemahan tentara (ay. 2). Allah meminta Yehezkiel untuk mengukir pengepungan itu secara rinci (ay. 3). Kita tidak tahu berapa lama Yehezkiel mengukir batu bata yang terbuat dari batu bata yang padat itu, mungkin satu minggu atau satu bulan, tetapi Yehezkiel menuruti Allah, bahkan Yehezkiel mau menuruti semua permintaan Allah yang aneh-aneh di sepanjang pasal ini. Yehezkiel menuruti semuanya.
Pada saat Pemerintah memberikan arahan untuk lockdown di rumah dan untuk menjaga jarak “social distancing” apakah kita menurutinya? Masih terlihat banyak orang yang tidak mau mendengar arahan itu. Apalagi ketika Pemerintah membuat aturan agar semua gereja harus ditutup. Banyak orang Kristen berpikir bahwa mereka telah berbuat dosa besar, karena tidak beribadah di gereja dan hanya di rumah, dan merasa lebih takut kepada pemerintah daripada kepada Allah. Tetapi kita harus ingat bahwa Pemerintah adalah hamba Allah (Roma 13) yang bertindak untuk kesejahteraan umat-umat-Nya dan dalam hal ini anjuran pemerintah itu sangat baik untuk melindungi tubuh kita yang adalah bait Allah (1 Kor. 3:16,17). Oswald Chambers menulis “Hukum emas untuk mengerti hal-hal rohani bukanlah kepintaran intelektual tetapi penurutan.”2
Penurutan harus menjadi karakter umat Allah di akhir zaman ini. Yesus mengatakan bahwa ketika kita menurut perintah-Nya maka itu adalah bukti bahwa kita mengasihi-Nya, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku” (Yoh. 14:15). Dia juga mengatakan tentang berkat dari penurutan, “Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya” Yohanes 15:10. Penurutan membuat kita menjadi harta kesayangan Allah (lihat juga Keluaran 19:5).
Ujian kedua, yang dihadapi oleh Yehezkiel adalah ujian kesetiaan (Yeh. 4:4-8). Allah bukan hanya meminta Yehezkiel untuk mengukir batu bata itu, tetapi Allah juga memintanya untuk diikat dalam posisi berbaring sambil memandang terus pada batu ukiran itu (ay. 4). Allah menentukan posisi ikatan dan Allah sendiri yang mengikatnya (ay. 8). Yehezkiel diikat sebagai lambang pengepungan selama 390 hari untuk kerajaan Israel dan 40 hari untuk kerajaan Yehuda (ay. 5-7), jadi lamanya waktu ia diikat “lockdown” adalah 430 hari (1 Tahun 2 bulan).
Kita bisa membayangkan betapa bosannya Yehezkiel untuk memandang terus batu bata ukiran itu dan betapa sakitnya untuk diikat dalam satu posisi - tidak boleh ganti-ganti posisi - selama satu tahun dua bulan. Bayangkan Anda tidur dan tidak ganti posisi dalam beberapa jam, apa yang terjadi? tubuh Anda pasti akan merasakan sakit.
Ujian terbaik bagi kesetiaan adalah waktu. Yehezkiel setia pada perintah Allah, dia tidak melakukannya hanya dalam satu hari, satu minggu, atau satu bulan, kemudian menjadi bosan dan berhenti, tetapi dia setia melakukannya sampai berakhirnya waktu yang Tuhan minta untuk dilakukannya yaitu sampai 1 Tahun 2 Bulan.
Sebagai umat Allah yang sedang menjalankan pekerjaan Allah di akhir zaman ini, mari kita setia melakukannya, “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar” (Lukas 16:10). Dan jika pekerjaan kita di bumi ini telah selesai kita semua akan masuk ke dalam Surga, “Mereka bersama-sama dengan Dia juga akan menang, yaitu mereka yang terpanggil, yang telah dipilih dan yang setia" (Wahyu 17:14b).
Ujian ketiga adalah ujian kerendahan hati (Yehezkiel 4:9-17; 5:1-3). Selama lockdown, makanan dan minuman Yehezkiel diatur dan ditentukan oleh Allah (4:9-11). Allah juga meminta dia untuk membakar makanannya itu dengan kotoran manusia sebagai lambang pengepungan (4:12). Mendengar bahwa ia harus membakar makanannya dengan kotoran manusia Yehezkiel memohon agar Allah menggantinya, dan Allah menggantinya dengan kotoran lembu (4:14, 15). Yehezkiel juga diperintahkan untuk mencukur rambut dan janggutnya dan kemudian membaginya menjadi tiga bagian (5:1-4). Yehezkiel menuruti semua yang Allah perintahkan, Ia mau merendahkan dirinya dihadapan Allah.
Tulisan Roh Nubuat menulis betapa pentingnya ujian kerendahan hati diantara umat Allah: “Setiap orang yang mau merendahkan dirinya sebagai anak kecil, yang mau menerima dan menaati firman Allah dengan kesederhanaan seorang anak, akan berada di antara umat pilihan Allah.”3 Dan juga memberikan amaran, “Manusia menjadi terpikat untuk mencari kekuasaan dan popularitas. Roh ini bahkan telah nyata diantara para pemelihara Sabat, yang membuat kita menderita dan malu. Tetapi kesuksesan rohani datang dari mereka yang telah belajar kesabaran dan kerendahan hati dalam sekolah Kristus.”4
Krisis COVID-19 mengajarkan kepada kita bahwa jabatan, kuasa, harta, takhta dan popularitas tidak kekal, hanya sementara. Kita harus memiliki karakter rendah hati yang akan dapat memberikan kita kesuksesan dalam hal rohani dan dalam semua hal. Kita harus ingat bahwa Setan ingin agar kita menjadi serupa dengan dia – Tinggi Hati – Sombong -- ingat Kesombongan adalah dosa pertama dalam alam semesta (Yes. 14:13, 14).
Mari kita datang kepada Yesus dan belajar bagaimana menjadi lebih rendah hati. Paulus kepada jemaat di Filipi menyatakan kepada jemaat kerendahan hati yang dimiliki oleh Juruselamat kita, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:5-8).
Yehezkiel saat menghadapi perintah Allah untuk lockdown itu, ia tidak mempunyai pikiran seperti ini, “yang berbuat dosa adalah orang Israel dan Yehuda, lalu kenapa saya yang harus mendapat semua ujian ini?” atau mungkin Anda berpikir seperti itu sekarang, “saya telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, lalu kenapa saya harus mendapat ujian seperti virus korona ini? Kenapa saya harus kehilangan pekerjaan? Kenapa dan kenapa yang lain. Daripada kita bertanya seperti itu, mari kita belajar dari teladan Yehezkiel. Dia tetap melakukan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. Dia tetap menjadi jurukabar Allah “dari rumahnya” kepada orang Israel dan Yehuda selama 1 tahun, 2 bulan saat ia di lockdown oleh Allah untuk menasihatkan mereka agar kembali kepada Allah.
Roh Nubuat menasihatkan, “Rekan-rekan sekerja saya, jangan biarkan keberanian Anda menjadi lemah. Allah sedang menguji iman Anda. Orang Kristen selalu memiliki penolong yang kuat di dalam Tuhan. Ketika Anda berhenti sejenak dalam usaha yang sungguh-sungguh, ketika Anda tidak mendapat bantuan yang dibutuhkan, serahkan beban Anda kepada Tuhan. Percayalah untuk meninggalkannya di sana, yakin bahwa Dia setia pada apa yang telah dijanjikan. Apa dan bagaimana cara Tuhan membantu, kita tidak tahu; tetapi ini yang kita tahu, Tuhan tidak akan pernah mengecewakan mereka yang menaruh kepercayaan mereka kepada-Nya. Ketika Dia telah sepenuhnya menguji pekerja-Nya, Dia akan membuat mereka menjadi murni seperti emas yang diuji dari dalam api.”5
Bersyukurlah saat kita menghadapi pencobaan-pencobaan (Yak. 1:2-4). Jadikan krisis COVID-19 ini sebagai kesempatan untuk membuat iman kita menjadi lebih murni dihadapan Allah. Menjadikan kita lebih menurut, lebih setia, dan lebih rendah hati dihadapan-Nya. Rasul Petrus menasihati, “Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya” (1 Pet. 1:6, 7). Amin.
Brussi Soriton, Pendeta Wilayah Siau 1, Daerah Misi Nusa Utara. April 2020.
1. https://www.merriam-webster.com/dictionary/lockdown
2. https://www.goodreads.com/quotes/154916
3. Ellen G. White, Our High Calling, hal. 77.
4. Ellen G. White, Testimonies for the Church, vol. 6, hal. 397.
5. Ellen White, Letter 66, 26 Juni 1901, par. 29.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UPAH KESOMBONGAN RAJA UZIA

KARAKTER ORANG BENAR DARI KITAB AMSAL

LAIN JIWA SI KALEB