PENANGKAL VIRUS CORONA
Wabah penyakit virus Corona Covid-19 yang kita hadapi sekarang ini membuat kita harus menjaga jarak, memakai masker dan rajin mencuci tangan. Banyak negara memberlakukan penguncian (lockdown) dan karantina. Beberapa kota besar Indonesia sudah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berarti bahwa kota-kota itu di secara aktivitas sosial dibatasi. Banyak organisasi kesehatan saat ini sedang mencari obat atau vaksin dari virus ini tetapi sampai sekarang belum ditemukan.
Apa yang dialami oleh kita semua sekarang ini mengingatkan saya pada seorang yang berpenyakit kusta ketika ia datang kepada Yesus meminta pertolongan-Nya. “Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku" (Markus 1:40; Matius 8:2).
Penyakit kusta adalah suatu penyakit yang sangat ditakuti pada masa Yesus sebagaimana virus Corona saat ini. Penyakit kusta dianggap sebagai kutukan Tuhan karena belum ada obatnya. Aturan Allah dalam menangani penyakit Kusta pada zaman perjanjian Lama hampir sama dengan aturan yang diterapkan oleh pemerintah dalam menghadapi virus Corona. Perhatikan Imamat 13: 45, 46 dan kita akan menemukan banyak kesamaan: “Orang yang sakit kusta harus berpakaian yang cabik-cabik (pakaian khusus untuk pasien), rambutnya terurai dan lagi ia harus menutupi mukanya (sekarang memakai masker) sambil berseru-seru: Najis! Najis! (untuk menjaga jarak). Selama ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing (sekarang karantina), di luar perkemahan itulah tempat kediamannya (sekarang lockdown atau PSBB).
Tulisan Roh Nubuat menjelaskan betapa ngerinya penyakit kusta saat itu; “Dari segala penyakit yang dikenal di dunia Timur ini, penyakit kusta adalah suatu penyakit yang paling ditakuti. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan dan mudah berjangkit, serta membawa celaka pada si penderita. Di kalangan bangsa Yahudi, penyakit ini dianggap sebagai hukuman bagi dosa, itulah sebabnya disebut “pukulan,” “jari Allah.” Karena akarnya begitu dalam dan tidak dapat dibasmi serta membawa maut, maka penyakit ini dianggap sebagai lambang dosa. Oleh undang-undang agama, kusta itu dianggap najis. Mereka dianggap sebagai orang yang telah mati, disingkirkan dari masyarakat… Jika didapati benar ia berpenyakit kusta, maka ia harus disingkirkan dari keluarganya, putus hubungan dari himpunan bani Israel serta diharuskan bergaul hanya dengan mereka yang menderita penyakit yang sama. Undang-undang sangat keras dalam hal ini. Hingga raja-raja dan penghulu-penghulu pun tidak terkecuali. Seorang raja yang diserang penyakit yang hebat ini harus menyerahkan tahtanya dan lari meninggalkan masyarakatnya… Jauh dari handai taulan dan kaum kerabatnya, orang kusta ini harus menanggung kutuk penyakitnya. Ia diharuskan mengumumkan penyakitnya sendiri, mengoyakkan jubahnya dan membunyikan suatu tanda amaran mengamarkan agar segala orang menjauhkan diri dari tubuhnya yang berbahaya itu! Teriakannya ialah: “Najis! Najis!” yang diserukan-nya dengan nada kesedihan dari tempat pembuangan yang terpencil lagi sepi itu, adalah sebagai suatu tanda yang didengar dengan perasaan takut dan jijik.” (Kerinduan Segala Zaman, Jilid 1, hal. 273).
Jadi orang kusta ini datang kepada Yesus dengan pengharapan yang besar untuk disembuhkan. Dia datang mendekat kepada-Nya walaupun banyak orang mencoba untuk mengusirnya. Saya percaya, dia telah melewati perjalanan yang sulit untuk datang kepada Yesus. Pada saat ia sudah dekat dengan Yesus, dia berlutut di hadapan-Nya dan berteriak dengan keras dalam iman percaya "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku " (Matius 8:2).
Roh Nubuat menjelaskan peristiwa itu: “Ia adalah suatu tontonan yang najis. Penyakitnya sangat ditakuti, dan tubuhnya yang sedang menjadi busuk itu sangatlah ngeri dipandang mata. Apabila orang banyak melihat dia, semuanya pun berlari karena takut. Mereka berdesak-desakan satu dengan yang lain karena ingin menghindar agar tidak menyentuh dia. Adapula yang berusaha mencegah dia menghampiri Yesus tetapi semuanya itu sia-sia adanya. Ia tidak melihat dan mendengar mereka. Ucapan hinaan dan kutukan tidak dihiraukannya lagi. Ia hanya melihat Anak Allah. Ia hanya mendengar suara yang memberi hidup baru kepada yang hendak mati. Ia mendesak maju menuju pada Yesus, lalu merebahkan dirinya pada kaki-Nya sambil berseru: Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” (Kerinduan Segala Zaman, Jilid 1, hal. 275)
Orang kusta ini menyadari keadaannya. Kita tidak tahu sudah berapa lama dia berada dalam kondisi seperti itu. Dia datang dengan kerendahan hati, “dia berlutut” dan menyebut Yesus sebagai “Tuan.” Sebuah pelajaran berharga dari tindakan orang kusta ini yang perlu kita ikuti dalam menghadapi virus corona saat ini. Kita harus menyadari keadaan kita yang tidak mampu dan berdosa, kemudian datang dengan rendah hati kepada Allah, mengakui dia sebagai Tuan kita, dan berseru kepada-Nya untuk mendapatkan pertolongan. Tuntut janji Allah dalam 2Tawarikh 7:14 “dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka.”
Suatu hal yang harus kita mengerti dengan baik adalah bahwa apa yang dialami oleh orang kusta itu, dan apa yang dialami oleh kita semua saat ini dengan virus corona, adalah akibat dosa. Dosa merupakan penyakit menular yang lebih berbahaya dari virus manapun. Dosa membuat bumi kita di lockdown dari alam semesta dan surga. Dosa membuat kita hidup terasing dari Allah, dosa membuat Allah harus memakai pakaian khusus untuk menangani kita, membuat Dia harus menutup wajah-Nya dengan masker dan memakai kaus tangan karet-Nya. “Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu” (Yesaya 59:1, 2).
Itulah sebabnya seperti orang kusta itu, Inilah waktu yang terbaik bagi kita untuk menyadari keadaan kita, kemudian merendahkan diri dihadapan-Nya dan berseru dengan sungguh-sungguh dalam doa iman kepada Allah, “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan kami,” “Kalau engkau mau, engkau dapat menyembuhkan kami,” dan “Kalau engkau mau, engkau dapat melepaskan kami dari virus Korona ini.”
Melihat keadaan orang Kusta itu dan mendengar seruannya, “Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: "Aku mau, jadilah engkau tahir" (Markus 1:41). Hati “Yesus tergerak,” karena itu Ia mau melepaskan baju khusus-Nya, melepaskan masker-Nya, dan melepaskan sarung tangan-Nya dan menunjukkan siapa Dia yang sebenarnya. Juruselamat Dunia Sang Penangkal Dosa – Penangkal Kusta dan Virus Korona.
Roh Nubuat menjelaskan “Pekerjaan Kristus dalam menyembuhkan orang kusta dari penyakitnya yang mengerikan itu, menjadi suatu ilustrasi tentang pekerjaan-Nya dalam menyucikan jiwa dari dosa. Orang yang datang pada Yesus itu “penuh dengan kusta”. Racun penyakit yang mematikan itu merajalela pada seluruh tubuhnya. Murid-murid berusaha mencegah Guru mereka supaya jangan menjamah orang kusta, karena seorang yang berani menjamah seseorang yang kena penyakit kusta menjadikan dirinya juga najis. Tetapi dengan meletakkan tangan-Nya atas orang kusta itu, Yesus tidak mendapat apa-apa yang najis. Jamahan-Nya memberikan kuasa yang memberi hidup. Penyakit kusta disembuhkan. Demikian pula dengan kusta dosa, yang telah berakar dalam, mematikan dan mustahil disucikan oleh kuasa manusia… Hadirat-Nya mempunyai kuasa menyembuhkan untuk orang berdosa. Siapa saja yang jatuh pada kaki-Nya, sambil berkata dengan penuh percaya, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku”, akan mendengar jawab-Nya “Aku mau, jadilah engkau tahir.” (Kerinduan Segala Zaman, Jilid 1, hal. 278).
Yesus sangat mengetahui penderitaan yang kita alami saat ini dan Dia mau menolong kita jika kita mau datang dan berseru kepada-Nya. Penulis Ibrani menyatakan alasannya “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.” (Ibrani 4:15, 16).
Setelah mendapat jamahan Yesus, orang kusta itu menjadi sembuh. “Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir” (Markus 1:42). Dia mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Dia yang tadinya harus di karantina, sekarang dapat bertemu kembali dengan keluarganya. Dia yang tadinya harus memakai baju cabik-cabik dan jaga jarak, sekarang ia dapat menikmati hidupnya lagi. Dia telah sembuh.
Tulisan Roh Nubuat menjelaskan kesembuhannya “Di dalam beberapa peristiwa penyembuhan, Yesus tidak dengan segera memberikan berkat yang dicari. Tetapi di dalam peristiwa orang kusta ini, pada saat permohonan itu disampaikan pada detik itu juga permohonannya dikabulkan. Apabila kita berdoa memohon berkat duniawi, jawabnya mungkin ditangguhkan, atau Allah mungkin akan memberikan sesuatu yang lain dari apa yang kita minta, tetapi bukan demikian jika kita meminta kelepasan dari dosa. Adalah kehendak-Nya untuk menyucikan kita daripada dosa, menjadikan kita anak-anak-Nya dan menyanggupkan kita menghidupkan suatu kehidupan yang suci.” (Kerinduan Segala Zaman, Jilid 1, hal. 279).
Apa yang dialami oleh orang kusta itu, dapat kita alami saat ini ketika menghadapi virus Korona. Yesus Kristus adalah jalan keluar dari segala permasalahan kita. Datanglah pada-Nya, akui dosa-dosa kita, Jadikan Dia sebagai Tuhan kita, dan berserulah minta bantuan-Nya. Yesus pasti akan menolong kita karena Dia adalah Penangkal Dosa dan Penangkal Virus Korona. Amin.
Amin 🙏🙏😀
BalasHapus